Yang mengenalkan kali pertama produk pertanian Pupuk NASA kepada saya adalah Bpk. Ujang (distributor NASA asal Bandung). Produk-produk NASA tersebut saya gunakan untuk budidaya tanaman seledri steak. Jenis tanaman seledri yang saya tanam adalah varietas PS. Luas lahan yang saya tanami 1000 m2 dengan umur tanaman sampai hari ini 80 hari. Produk NASA yang saya gunakan di antaranya : POC NASA, Hormonik, Super NASA, Pentana dan PESTONA.
Cara penggunaan produk:
• 1 sdm Super NASAdilarutkan 20 liter air + 1/2cangkir NPK kemudian dikocorkan 1/2 angkir dari larutan ke tiap tanaman seledri pada umur 14 dan 28 hari setelah tanam.
• 4 tutup POC NASA + 1 tutup Honmonik (1 tangki) disemprotkan tiap 8 hari. Penggunaan produk NASA hingga umur80 hari sudah dilakukan 6 kali penyempnotan.
• Untuk penyemprotan hama dan penyakit digunakan PESTONA dan Pentana yaitu PESTONA 4 tutup + Pentana 1 tutup (dalam 1 tangki). Berkaitan dengan penggunaan pestisida kimia, setelah menggunakan produk NASA lebih irit dan menghemat.Sebelum menggunakan produk NASA penyemprotan pestisida kimia hanus rutin 3 hari sekali, tetapi setelah menggunakan pnoduk NASA menjadi 8 hari sekali, tergantung tingkat serangan hama penyakit. Dulu sebelum menggunakan produk NASA, tanaman yang terganggu hama penyakit dan dikatakan hampir mati bisa mencapal 3/4 bagian, tetapi setelah menggunakan produk NASA hama penyakit yang mengganggu atau yang menyebabkan kematian tanaman hanya 1/4 bagian saja. Meski begitu pestisida kimia masih saya gunakan tetapi hanya diselang seling dengan produk NASA. Jadi pestisida kimia bisa dikurangi.
Setelah menggunakan produk NASA, tanaman seledri tumbuh bagus, pertumbuhan batang besar, dan tunas cepat tumbuh. Selain itu pula tinggi tanaman seledri mencapai 2 kali sebelum tanaman menggunakan produk NASA. Pengukuran tinggi tanaman seledri tinggi rata-rata 50-60cm. NPK juga menjadi irit, sebelum menggunakan produk NASA pemakaian NPK sebanyak 100 Kg, setelah menggunakan produk NASA hanya 50 Kg saja. Maka ada selisih keuntungan, jika per Kg NPK hanganya Rp. 4.000, maka 50Kg x Rp. 4.000 = Rp. 200.000 (ada penghematan Rp. 200.000). Selain itu juga ada penghematan dari penggunaan pestisida kimia sebanyak 2 botol seharga Rp. 210.000, Jadi ada penghematan Rp. 200.000 + Rp. 210.000 = Rp. 410.000.
Sedangkan biaya pembelian Super NASA 2 botol, POC NASA 2 botol dan Hormonik 3 botol sebesar Rp. 250.000, maka ada penghematan Rp. 410.000 Rp. 250.000 = Rp. 160.000, dikurangi dengan biaya pembelian PESTONA 1 botol dan Pentana I botol sebesar Rp. 50.000 maka masih ada penghematan sebesar Rp. 110.000.-
Dengan menggunakan produk-produk NASA tanaman seledri tumbuh dengan baik. Tetapi ketika saat panen tiba, kebetulan harga komoditas seledri ini turun. Namun yang membuat hati saya senang, seledri yang menggunakan produk NASA mampu dijual (sistem tebas/bonongan) Rp. 5.000.000 sedangkan yangn tidak menggunakan produk NASA dengan luas lahan yang sama hanya dihargai Rp. 2.000.000, Kata pembeli adalah karena tanaman yang tidak menggunakan produk NASA daun dan batangnya kecil-kecil (kerdil).
Oleh kanena itu saya menghimbau kepada semua petani seledri dimanapun Anda berada, mari gunakan produk-produk NASA, karena terbukti pertumbuhan tanaman saya semakin bagus hasil pun berlipat.
17 Mei 2009
DARI SAPI BALI LAHIRLAH SAPI UNGGUL
Dengan introduksi teknik rekayasa pembibitan dan budidaya, Indonesia mulai berswasembada beras dan berencana mengekspornya tahun depan. Prestasi ini memicu perlakuan sama untuk peternakan sapi. Target Indonesia berswasembada daging ternak ini dalam lima tahun mendatang.
Sejak lama Indonesia menghadapi defisit daging sapi. Kebutuhan komoditas pangan ini belum dapat dipenuhi oleh produksi daging sapi dalam negeri sehingga impor daging sapi atau sapi bakalan masih dilakukan. Pada tahun 2007, impor daging sapi dari berbagai negara mencapai 270.000 ton dan cenderung terus meningkat. Hingga tahun 2015 dengan penduduk mencapai 253 juta jiwa diperkirakan defisit daging sapi hampir 334.000 ton.
Untuk itu pemerintah mulai melirik sapi bali sebagai sapi lokal unggulan. Menurut Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman ketika berkunjung ke Agro Techno Park (ATP) Jembrana dan Nusa Penida, Bali, pekan lalu, budidaya sapi bali dengan teknik peternakan modern memungkinkan Indonesia berswasembada sapi dalam lima tahun mendatang.
Sapi bali terpilih untuk program nasional pengembangan peternakan sapi potong karena memiliki beberapa kelebihan. Sapi yang hidup di Pulau Dewata dan Nusa Penida dikenal sebagai sapi bali murni. Kemurnian genetikanya telah dilindungi dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2004 dan Perda No 2/2003 yang melarang bibit sapi bali betina keluar dari wilayah provinsi ini.
Khusus sapi bali Nusa Penida, selain bebas empat macam penyakit, yaitu jembrana, penyakit mulut dan kuku, antraks, serta MCF, juga tinggi tingkat reproduksi dan kualitas dagingnya. Sapi Nusa Penida juga menghasilkan vaksin penyakit jembrana.
Saat ini, rasio populasi sapi bali di Nusa Penida antara betina dan jantan tergolong ideal dijadikan pusat pengembangan sapi, yaitu 2,4: 1 pada tahun 2006—menurut data Dinas Peternakan Bali. Nusa Penida ditetapkan sebagai kawasan Konservasi Sapi Bali.
Pengembangan sapi bali di Nusa Penida diusulkan oleh Sentana Putra, pakar teknologi peternakan dari Universitas Udayana (Unud). Potensi sebagai pusat konservasi dan pengembangan sapi Bali dirumuskan tahun 2000 dan 2005 melalui pengkajian peneliti dari Unud dan Pemkab Klungkung dan Pemprov Bali.
Pengembangan Nusa Penida sebagai daerah pengembangan sapi bali terbuka dengan kesepakatan Pemprov Bali dan pemerintah pusat untuk membangun fasilitas pelabuhan, penyediaan kapal roro, pembangkit listrik dan pompa air, dan mesin pengolah biji jarak.
Menurut riset peneliti dari Unud, lokasi yang layak dijadikan kawasan pusat konservasi dan pengembangbiakan sapi adalah Bukit Mundi, Desa Klumpu—10 hektar. Di sana dilakukan produksi semen beku, pemuliaan bibit, penggemukan, pemantauan penyakit, penanaman pakan, pabrik mini untuk formulasikan dan memproduksi ransum ternak, pengolahan limbah peternakan menjadi gas bio dan pupuk organik.
ATP Jembrana
Di Pulau Bali, pemprov bekerja sama dengan Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) mengembangkan ATP Jembrana di Bali Barat di lahan seluas 5 hektar bekas kebun koleksi tanaman hortikultura Provinsi Bali.
ATP Jembrana mulai dikembangkan Maret 2007 hingga lima tahun mendatang dengan melibatkan peneliti dari LPND Ristek terkait antara lain LIPI, BPPT, dan Batan.
Pengembangan sapi bali di kawasan ATP ini, kata I Wayan Budiastra, Koordinator ATP KNRT, diharapkan dapat mengatasi tiga masalah besar, yaitu menurunnya populasi dan mutu sapi bali, persilangan satu keluarga (imbreeding), dan terbatasnya akses petani/peternak akan teknologi peternakan modern, termasuk teknologi pertanian terpadu (biocyclofarming).
Untuk menstimulasi peningkatan populasi dilakukan program intensifikasi sapi potong, pelaksanaan program sejuta akseptor inseminasi buatan (IB), pembangunan pusat penanaman bibit sapi di pedesaan dan pendirian pusat agrobisnis komoditas unggul.
Upaya peningkatan populasi sapi perlu diakselerasi melalui penerapan teknologi agar sasaran swasembada daging pada tahun 2010 dapat tercapai.
Program ATP Jembrana, kata Syahruddin Said, peneliti Bioteknologi Reproduksi Ternak LIPI, difokuskan pada penerapan dan alih teknologi pembibitan sapi bali, yaitu transfer embrio dan IB sexing dan program lain yang mendukung pembibitan sapi Bali dan siklus pertanian terpadu seperti teknologi pakan, pengolahan kotoran sapi, biogas dan budidaya hijauan makanan ternak (HMT), termasuk juga budidaya hortikultura dan teknologi pembenihan ikan.
Pembibitan sapi unggul difokuskan pada kelompok tani dengan supervisi teknologi dari ATP. Sebanyak 17 kelompok tani terikat perjanjian gaduh sapi dengan ATP (model yang umum dipakai Direktorat Jenderal Peternakan). Setiap kelompok mendapat 10 induk sapi betina sehingga sapi ATP yang ada di kelompok berjumlah 180 ekor.
Sebanyak 20 ekor sapi betina akan menjadi kelompok setelah mengembalikan 20 anak sapi paling lama tiga tahun. Anak sapi yang dikembalikan akan digulirkan kembali pada kelompok lain yang belum mendapat sapi gaduh. ”Diharapkan dengan program ini populasi sapi bali akan meningkat menurut deret ukur,” urainya.
Kegiatan embrio transfer juga dilaksanakan di ATP Jembrana. Pada 2008 telah dihasilkan 2.200 straw atau dosis sperma sexing dan telah diaplikasikan pada 220 sapi betina, menghasilkan 52 anak sapi.
Teknologi penggemukan sapi dilakukan pada 78 sapi jantan di ATP dengan menerapkan kombinasi HMT dan formulasi konsentrat pakan hasil litbang Batan, BPPT, dan LIPI. Untuk mengatasi keterbatasan HMT, khususnya pada musim kemarau, digunakan teknologi pakan suplemen UMMB dan SPM berbasis sumber daya lokal yang menjadi target pengembangan ATP mendatang
Sejak lama Indonesia menghadapi defisit daging sapi. Kebutuhan komoditas pangan ini belum dapat dipenuhi oleh produksi daging sapi dalam negeri sehingga impor daging sapi atau sapi bakalan masih dilakukan. Pada tahun 2007, impor daging sapi dari berbagai negara mencapai 270.000 ton dan cenderung terus meningkat. Hingga tahun 2015 dengan penduduk mencapai 253 juta jiwa diperkirakan defisit daging sapi hampir 334.000 ton.
Untuk itu pemerintah mulai melirik sapi bali sebagai sapi lokal unggulan. Menurut Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman ketika berkunjung ke Agro Techno Park (ATP) Jembrana dan Nusa Penida, Bali, pekan lalu, budidaya sapi bali dengan teknik peternakan modern memungkinkan Indonesia berswasembada sapi dalam lima tahun mendatang.
Sapi bali terpilih untuk program nasional pengembangan peternakan sapi potong karena memiliki beberapa kelebihan. Sapi yang hidup di Pulau Dewata dan Nusa Penida dikenal sebagai sapi bali murni. Kemurnian genetikanya telah dilindungi dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2004 dan Perda No 2/2003 yang melarang bibit sapi bali betina keluar dari wilayah provinsi ini.
Khusus sapi bali Nusa Penida, selain bebas empat macam penyakit, yaitu jembrana, penyakit mulut dan kuku, antraks, serta MCF, juga tinggi tingkat reproduksi dan kualitas dagingnya. Sapi Nusa Penida juga menghasilkan vaksin penyakit jembrana.
Saat ini, rasio populasi sapi bali di Nusa Penida antara betina dan jantan tergolong ideal dijadikan pusat pengembangan sapi, yaitu 2,4: 1 pada tahun 2006—menurut data Dinas Peternakan Bali. Nusa Penida ditetapkan sebagai kawasan Konservasi Sapi Bali.
Pengembangan sapi bali di Nusa Penida diusulkan oleh Sentana Putra, pakar teknologi peternakan dari Universitas Udayana (Unud). Potensi sebagai pusat konservasi dan pengembangan sapi Bali dirumuskan tahun 2000 dan 2005 melalui pengkajian peneliti dari Unud dan Pemkab Klungkung dan Pemprov Bali.
Pengembangan Nusa Penida sebagai daerah pengembangan sapi bali terbuka dengan kesepakatan Pemprov Bali dan pemerintah pusat untuk membangun fasilitas pelabuhan, penyediaan kapal roro, pembangkit listrik dan pompa air, dan mesin pengolah biji jarak.
Menurut riset peneliti dari Unud, lokasi yang layak dijadikan kawasan pusat konservasi dan pengembangbiakan sapi adalah Bukit Mundi, Desa Klumpu—10 hektar. Di sana dilakukan produksi semen beku, pemuliaan bibit, penggemukan, pemantauan penyakit, penanaman pakan, pabrik mini untuk formulasikan dan memproduksi ransum ternak, pengolahan limbah peternakan menjadi gas bio dan pupuk organik.
ATP Jembrana
Di Pulau Bali, pemprov bekerja sama dengan Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) mengembangkan ATP Jembrana di Bali Barat di lahan seluas 5 hektar bekas kebun koleksi tanaman hortikultura Provinsi Bali.
ATP Jembrana mulai dikembangkan Maret 2007 hingga lima tahun mendatang dengan melibatkan peneliti dari LPND Ristek terkait antara lain LIPI, BPPT, dan Batan.
Pengembangan sapi bali di kawasan ATP ini, kata I Wayan Budiastra, Koordinator ATP KNRT, diharapkan dapat mengatasi tiga masalah besar, yaitu menurunnya populasi dan mutu sapi bali, persilangan satu keluarga (imbreeding), dan terbatasnya akses petani/peternak akan teknologi peternakan modern, termasuk teknologi pertanian terpadu (biocyclofarming).
Untuk menstimulasi peningkatan populasi dilakukan program intensifikasi sapi potong, pelaksanaan program sejuta akseptor inseminasi buatan (IB), pembangunan pusat penanaman bibit sapi di pedesaan dan pendirian pusat agrobisnis komoditas unggul.
Upaya peningkatan populasi sapi perlu diakselerasi melalui penerapan teknologi agar sasaran swasembada daging pada tahun 2010 dapat tercapai.
Program ATP Jembrana, kata Syahruddin Said, peneliti Bioteknologi Reproduksi Ternak LIPI, difokuskan pada penerapan dan alih teknologi pembibitan sapi bali, yaitu transfer embrio dan IB sexing dan program lain yang mendukung pembibitan sapi Bali dan siklus pertanian terpadu seperti teknologi pakan, pengolahan kotoran sapi, biogas dan budidaya hijauan makanan ternak (HMT), termasuk juga budidaya hortikultura dan teknologi pembenihan ikan.
Pembibitan sapi unggul difokuskan pada kelompok tani dengan supervisi teknologi dari ATP. Sebanyak 17 kelompok tani terikat perjanjian gaduh sapi dengan ATP (model yang umum dipakai Direktorat Jenderal Peternakan). Setiap kelompok mendapat 10 induk sapi betina sehingga sapi ATP yang ada di kelompok berjumlah 180 ekor.
Sebanyak 20 ekor sapi betina akan menjadi kelompok setelah mengembalikan 20 anak sapi paling lama tiga tahun. Anak sapi yang dikembalikan akan digulirkan kembali pada kelompok lain yang belum mendapat sapi gaduh. ”Diharapkan dengan program ini populasi sapi bali akan meningkat menurut deret ukur,” urainya.
Kegiatan embrio transfer juga dilaksanakan di ATP Jembrana. Pada 2008 telah dihasilkan 2.200 straw atau dosis sperma sexing dan telah diaplikasikan pada 220 sapi betina, menghasilkan 52 anak sapi.
Teknologi penggemukan sapi dilakukan pada 78 sapi jantan di ATP dengan menerapkan kombinasi HMT dan formulasi konsentrat pakan hasil litbang Batan, BPPT, dan LIPI. Untuk mengatasi keterbatasan HMT, khususnya pada musim kemarau, digunakan teknologi pakan suplemen UMMB dan SPM berbasis sumber daya lokal yang menjadi target pengembangan ATP mendatang
Artikel dari Milist Temanggungan ( Masalah PERSAPIAN)
Ternak penggemukan sapi pedaging cocok untuk daerah Temanggung yang
dingin, karena disamping cuaca yang mendukung, makanan pokok berupa
rumput cukup banyak meskipun sekarang ini juga dikembangkan makanan
sapi berupa pelet, bren ataupun makanan lainnya. Petani Temanggung
juga masih memelihara sapi disamping untuk menabung juga memerlukan
pupuk kotoran sapinya untuk pertanian mereka. Harga daging sapi yang
relatif tinggi membuat petani bergairah beternak sapi. Namun tetap
harus diingat bahwa beternak sapi di daerah pertanian produktif
seperti Temanggung hanya cocok untuk petani bermodal kecil bukan oleh
peternak besar seperti di padang sabana NTT. Karena di daerah
produktif akan terjadi kompetisi antara tanah untuk tanaman pangan dan
tanah untuk rumput pakan ternak. Pasti yang kedua akan kalah. Jadi
hanya cocok untuk peternak klas petani satu, dua atau tiga ekor saja.
Untuk skala besar tidak akan sukses (lihat pengalaman PT. Nandi Amerta
Agung Salatiga akhir 1980-1990 an, yang gagal total.) Perhitungan saya
waktu itu lahan rumput 1 hektar hanya mampu untuk beternak sapi
maksimum 15 ekor saja.
Pertanyaan kedua: Dibutuhkan peran Pemerintah dalam bisnis sapi:
Dalam rantai industry persapian ada pembibitan, ada penggemukan dan
ada distribusi sapi, karkas/daging. Saya hanya melihat di
pembibitannya saja.
Sapi bunting dalam 11 bulan dan membutuhkan waktu paling tidak 5-6
bulan menyusui sebelum sapi di sapih/petot untuk dibesarkan sendiri.
Petani memerlukan bibit anak sapi setelah anak sapi disapih untuk
dibesarkan selama 1 tahun. Biasanya petani akan membeli setelah masa
panen selesai dan menjualnya lagi pada menjelang lebaran atau hari
raya Qurban. Perhitungannya tidak sesederhana ini karena usia sapi
potong yang baik yaitu pada usia 2 tahunan. Sedangkan petani khan
modalnya cekak dan membutuhkan uang juga. Banyak juga petani yang
hanya mengambil waktu 3 bulan sebelum hari lebaran haji. Dia beli sapi
yang umurnya 2 tahunan kurus dan tinggal digemukkan saja. Dalam
pikiran saya ada dua kelompok petani disini. Yang satu mengambil umur
6 bulan dipelihara sampai menjelang 2 tahun dan kedua mengambil sapi
kurus umur menjelang 2 tahun dan dipelihara 3 bulan aja.
Kelompok petani yang lain adalah petani pembibit, yaitu memelihara
indukan dan dikawinkan dengan teknik IB. Anaknya dipelihara hanya
sampai umur 6 bulan saja.
Persoalannya: Jumlah anak sapi yang dihasilkan saat ini masih kurang
sehingga tidak mencukupi kebutuhan para petani penggemukan. Kekurangan
ini dipicu oleh: berkurangnya indukan karena sapi betina juga menjadi
sapi potong (harusnya dikontrol), lamanya melakukan pembibitan (11
bulan), mahalnya harga bibit sapi betina. menurunnya jumlah lahan
pertanian dll.dll.
Oleh karena itu maka sebaiknya sisi pembibitan anak sapi ini diambil
oleh pemerintah saja. Pemerintah menjual anak sapi usia 6 bulan kepada
petani. Pemerintah tidak usah ikut dalam program penggemukannya karena
biaya lebih mahal dan managementnya lebih komplek.
Perlunya menjual sistem lelang:
lelang terbuka adalah mekanisme pasar yang paling adil. Artinya nilai
tukar anak sapi itu ditentukan oleh pasar yang fair. Dengan assumsi
peserta lelang bukanlah para mafia yang sudah bekerja sama dengan
oknum balai lelang lho. Keuntungannya lelang terbuka adalah
memperkecil praktek korupsi pelaku pembibitan (pusat pembibitan)
karena tidak terjadi pesanan khusus, pengaturan harga, dll. Jadi
pelepasan anak sapi keluar hanya melalui pintu lelang yang resmi.
Selain lewat lelang itu tidak boleh ada sapi keluar kandang untuk
dijual.
Keuntungan bagi petani adalah dapat membeli anak sapi dengan kualitas
unggul harga relatif murah.
Lha kalau dengan modal 2 milyar, bisa tidak.
Jawaban:
Hitung saja harga indukan sapi sekarang ini sekitar Rp. 10 juta per
ekor, biaya investasi kandang dan peralatan, biaya operasional
pegawai, sewa lahan rumput, dll. khan bisa dihitung akhirnya mau beli
bibit berapa ekor. trus output per tahun berapa ekor, harga jual anak
sapi berapa .. itung-itungan matematika mas. Dinas peternakan pasti
bisa menghitungnya.
Oleh karena kompleksitas bisnisnya, maka pembibitan sapi itu lebih
cocok diambil pemerintah daerah daripada pemerintah daerah ikut main
di penggemukannya. Penggemukannya biarlah ditangani oleh masyarakat.
dingin, karena disamping cuaca yang mendukung, makanan pokok berupa
rumput cukup banyak meskipun sekarang ini juga dikembangkan makanan
sapi berupa pelet, bren ataupun makanan lainnya. Petani Temanggung
juga masih memelihara sapi disamping untuk menabung juga memerlukan
pupuk kotoran sapinya untuk pertanian mereka. Harga daging sapi yang
relatif tinggi membuat petani bergairah beternak sapi. Namun tetap
harus diingat bahwa beternak sapi di daerah pertanian produktif
seperti Temanggung hanya cocok untuk petani bermodal kecil bukan oleh
peternak besar seperti di padang sabana NTT. Karena di daerah
produktif akan terjadi kompetisi antara tanah untuk tanaman pangan dan
tanah untuk rumput pakan ternak. Pasti yang kedua akan kalah. Jadi
hanya cocok untuk peternak klas petani satu, dua atau tiga ekor saja.
Untuk skala besar tidak akan sukses (lihat pengalaman PT. Nandi Amerta
Agung Salatiga akhir 1980-1990 an, yang gagal total.) Perhitungan saya
waktu itu lahan rumput 1 hektar hanya mampu untuk beternak sapi
maksimum 15 ekor saja.
Pertanyaan kedua: Dibutuhkan peran Pemerintah dalam bisnis sapi:
Dalam rantai industry persapian ada pembibitan, ada penggemukan dan
ada distribusi sapi, karkas/daging. Saya hanya melihat di
pembibitannya saja.
Sapi bunting dalam 11 bulan dan membutuhkan waktu paling tidak 5-6
bulan menyusui sebelum sapi di sapih/petot untuk dibesarkan sendiri.
Petani memerlukan bibit anak sapi setelah anak sapi disapih untuk
dibesarkan selama 1 tahun. Biasanya petani akan membeli setelah masa
panen selesai dan menjualnya lagi pada menjelang lebaran atau hari
raya Qurban. Perhitungannya tidak sesederhana ini karena usia sapi
potong yang baik yaitu pada usia 2 tahunan. Sedangkan petani khan
modalnya cekak dan membutuhkan uang juga. Banyak juga petani yang
hanya mengambil waktu 3 bulan sebelum hari lebaran haji. Dia beli sapi
yang umurnya 2 tahunan kurus dan tinggal digemukkan saja. Dalam
pikiran saya ada dua kelompok petani disini. Yang satu mengambil umur
6 bulan dipelihara sampai menjelang 2 tahun dan kedua mengambil sapi
kurus umur menjelang 2 tahun dan dipelihara 3 bulan aja.
Kelompok petani yang lain adalah petani pembibit, yaitu memelihara
indukan dan dikawinkan dengan teknik IB. Anaknya dipelihara hanya
sampai umur 6 bulan saja.
Persoalannya: Jumlah anak sapi yang dihasilkan saat ini masih kurang
sehingga tidak mencukupi kebutuhan para petani penggemukan. Kekurangan
ini dipicu oleh: berkurangnya indukan karena sapi betina juga menjadi
sapi potong (harusnya dikontrol), lamanya melakukan pembibitan (11
bulan), mahalnya harga bibit sapi betina. menurunnya jumlah lahan
pertanian dll.dll.
Oleh karena itu maka sebaiknya sisi pembibitan anak sapi ini diambil
oleh pemerintah saja. Pemerintah menjual anak sapi usia 6 bulan kepada
petani. Pemerintah tidak usah ikut dalam program penggemukannya karena
biaya lebih mahal dan managementnya lebih komplek.
Perlunya menjual sistem lelang:
lelang terbuka adalah mekanisme pasar yang paling adil. Artinya nilai
tukar anak sapi itu ditentukan oleh pasar yang fair. Dengan assumsi
peserta lelang bukanlah para mafia yang sudah bekerja sama dengan
oknum balai lelang lho. Keuntungannya lelang terbuka adalah
memperkecil praktek korupsi pelaku pembibitan (pusat pembibitan)
karena tidak terjadi pesanan khusus, pengaturan harga, dll. Jadi
pelepasan anak sapi keluar hanya melalui pintu lelang yang resmi.
Selain lewat lelang itu tidak boleh ada sapi keluar kandang untuk
dijual.
Keuntungan bagi petani adalah dapat membeli anak sapi dengan kualitas
unggul harga relatif murah.
Lha kalau dengan modal 2 milyar, bisa tidak.
Jawaban:
Hitung saja harga indukan sapi sekarang ini sekitar Rp. 10 juta per
ekor, biaya investasi kandang dan peralatan, biaya operasional
pegawai, sewa lahan rumput, dll. khan bisa dihitung akhirnya mau beli
bibit berapa ekor. trus output per tahun berapa ekor, harga jual anak
sapi berapa .. itung-itungan matematika mas. Dinas peternakan pasti
bisa menghitungnya.
Oleh karena kompleksitas bisnisnya, maka pembibitan sapi itu lebih
cocok diambil pemerintah daerah daripada pemerintah daerah ikut main
di penggemukannya. Penggemukannya biarlah ditangani oleh masyarakat.
Pembangunan Village Breeding Centre
TEMANGGUNG, RABU - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Temanggung bersama Pemerintah Australia, saat ini sudah menandatangani letter of intent atau naskah pernyataan bersama tentang proyek pembangunan village breeding centre atau pusat pengembangbiakan sapi di Desa Kruisan, Kecamatan Kledung. Dalam waktu dekat, jalinan kerjasama ini akan ditindaklanjuti dengan penandatangan nota kesepahaman di Kabupaten Temanggung.
Bupati Temanggung Hasyim Affandi mengatakan, seluruh pendanaan yang dibutuhkan sebesar Rp 9 miliar, nantinya akan ditanggung oleh Australia.
"Sebaliknya, dari kami, Pemkab Temanggung, nantinya akan bertanggungjawab untuk menyediakan lahan, " terangnya, Rabu (3/12). Diharapkan, dari kerjasama ini, induk sapi juga dapat diperoleh dari Australia.
Lahan yang akan dipakai di Desa Kruisan merupakan areal bekas penambangan bahan galian C, seluas sekitar lima hektar. Menurut rencana yang telah dibuat sebelumnya, Rp 9 miliar tersebut akan dibutuhkan untuk memulai mengembangkan pembibitan 500 ekor sapi. Namun, menyesuaikan dengan kapasitas lahan yang tersedia, pembibitan ini diharapkan akan terus dikembangkan menjadi 1.000 ekor sapi.
Selain pembibitan, dalam village breeding centre tersebut akan dibangun pusat penggemukan dan pengolahan daging sapi potong. Maka, dengan merealisasikan upaya ini, diharapkan Kabupaten Temanggung dapat membantu meningkatkan suplai daging untuk kebutuhan nasional, ujarnya.
Village breeding centre ini, menurut Hasyim, juga akan bermanfaat mendukung pertanian tembakau di Kecamatan Kledung. Sebab, kotoran dari ternak sapi tersebut dapat diambil dan diolah menjadi pupuk kandang.
Olahan pupuk kandang tersebut akan langsung diberikan secara cuma-cuma kepada petani. Dengan begitu, biaya yang dikeluarkan untuk pertanian, setidaknya dapat lebih dihemat, ujarnya.
Bupati Temanggung Hasyim Affandi mengatakan, seluruh pendanaan yang dibutuhkan sebesar Rp 9 miliar, nantinya akan ditanggung oleh Australia.
"Sebaliknya, dari kami, Pemkab Temanggung, nantinya akan bertanggungjawab untuk menyediakan lahan, " terangnya, Rabu (3/12). Diharapkan, dari kerjasama ini, induk sapi juga dapat diperoleh dari Australia.
Lahan yang akan dipakai di Desa Kruisan merupakan areal bekas penambangan bahan galian C, seluas sekitar lima hektar. Menurut rencana yang telah dibuat sebelumnya, Rp 9 miliar tersebut akan dibutuhkan untuk memulai mengembangkan pembibitan 500 ekor sapi. Namun, menyesuaikan dengan kapasitas lahan yang tersedia, pembibitan ini diharapkan akan terus dikembangkan menjadi 1.000 ekor sapi.
Selain pembibitan, dalam village breeding centre tersebut akan dibangun pusat penggemukan dan pengolahan daging sapi potong. Maka, dengan merealisasikan upaya ini, diharapkan Kabupaten Temanggung dapat membantu meningkatkan suplai daging untuk kebutuhan nasional, ujarnya.
Village breeding centre ini, menurut Hasyim, juga akan bermanfaat mendukung pertanian tembakau di Kecamatan Kledung. Sebab, kotoran dari ternak sapi tersebut dapat diambil dan diolah menjadi pupuk kandang.
Olahan pupuk kandang tersebut akan langsung diberikan secara cuma-cuma kepada petani. Dengan begitu, biaya yang dikeluarkan untuk pertanian, setidaknya dapat lebih dihemat, ujarnya.
07 Mei 2009
Antara Pelestarian dan Kebutuhan !
Sewaktu melakukan perjalanan diDesa Dukuh Seman Kelurahan Wonotirto Kec. Bulu, Kabupaten temanggung, Keindahan alamnya begitu elok, saat itu para petani sedang panen Lombok dan sudah mulai menanam tembakau, Saya bersama Teman saya istirahat disebuah GUNDUKAN diatas Desa WONOTIRTO yang rindang sekali, udara terasa Sejuk, dan saya bisa melihat para petani di kejauhan dilereng-lereng sedang memanen. Dan saat istirahat saya berpapasan dengan ada ibu dan pabak sedang mengendong KAYU, terus saya ambil fotonya, dan bapak tersebut kaget dikira saya dari pihak berwajib, terus kami jelaskan, dan bapak tersebut juga menerangkan bahwa kayu yang diperoleh tdk hasil penebangan namun hasil kayu yang sudah roboh dengan sendirinya,saya tahu bapak itu sangat jujur dan polos, dan dia juga bercerita dulu pernah melakukan penanaman, dan kita banyak cerita masalah hutan yang ada di lereng sumbing, Saya juga prihatin jika seadainya pemerintah tidak serius menangani masalah EROSI yang terjadi, 20 tahun kedepan bisa jadi dan akan menjadi PADANG PASIR lereng sumbing, yang salah siapa ?? yang tanggung jawab SIAPA ??? tentunya kita bersama tidak hanya dari Pemerintah atau masyarakat sekitarnya, Gimana Pak MUKIDI ???? bagaimana solusinya ??
04 Mei 2009
02 Mei 2009
PERTANIAN ORGANIK
Pertanian yang menggunakan organik dari segi kesehatan sangat bagus sekali, karena tidak menggunakan obat kimia serta pupuk kimia, Namun untuk berpindah dari pola pertanian lama para petani sangat sulit sekali,Karena masih banyak dari petani bahwa pupuk organik sangat lama prosesnya. Pengunaan Pupuk Kimia semakin lama berakibat tanah menjadi jenuh dan tidak subur, Seperti halnya yang dilakukan Istamar, seorang warga mondoretno, melakukan ujicoba menanam sayur sawi tidak menggunakan pupuk kimia, dan tanpa semprot hasilnya luar biasa, dan rasa dari sayur tanpa kimia sangat segar dan renyah serta beda banget dengan yang menggunakan pupuk kimia. Namun ini baru uji coba untuk kimia masih menggunakan namun dosisinya dikurangi.Harapan kami semoga nanti para petani bisa beralih ke Pupuk ORGANIK. dan nanti tidak binggung jika kelangkaan UREA dll. SUKSES SELALU petaniku maju terus
01 Mei 2009
BERKARYA sampai kapanpun
Pak Nyoto sosok seorang petani yang tekun, dan kerja keras,Salah satu penduduk Semondo, saat pagi-pagi pergi kesawah dengan PIT JENGKI kesayanganya melangkah dengan pasti menyongsong rezeki. Kita bisa banyak belajar dari sosok pak Nyoto dengan kesederhanaannya dan Ketulusanya dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak banyak mengeluh, bekerja keras dan tidak lupa Selalu Berdoa , Itu pringsip dari pak Nyoto, .....maju terus bapak Petani , tanpa panjenengan semua kita tidak bisa makan nasi , tanpa jenengan semua roda ekonomi bisa tergangu . Sukses selalu
Jika Semua Sadar !
Hijau bumiku damai negeriku , semoga tidak hanya menjadi SLOGAN. Desa Mondoretno yang terletak di kaki Gunung sumbing terasa dingin dan sejuk, namun akhir -akhir ini udaranya begitu panas entah karena dampak dari Pemanasan GLOBAL ??? atau karena hal lain, Salah satu penyebanya bisa jadi kalau dulu masih banyak Pohon atau tumbuhan sekarang sudah sangat berkurang, dulu banyak kebun tapi sekarang sudah menjadi Rumah,waktu kita masih kecil bisa bermain panjat pajatan, namun sekarang tidak ???, Dan satu hal lagi yang kita rasakan adalah DEBIT sumber mata air Sumur, jauh amat berkurang, hal ini jika dibiarkan bisa jadi Desa Mondoretno 15 tahun akan kekurangan Air, Penghijauan dan harus dan segera dilakukan, Pemerintah Pernah memberikan bibit untuk penghijauan, dan sudah melakukan penanaman dilahan yang kritis, namun masalahnya adalah ketika Bibit di tanam tidak dirawat, nah hal tersebut yang menjadikan tingkat keberhasilan tanaman itu bisa tumbuh kecil, Anda bisa melihat Hijaunya Sengon, yang di tanam di depan Balai Desa Mondoretno,dan sangat bagus sekali, bisa tumbuh sumbur dan hijau, Kapan masyarakat bisa sadar akan gerakan pengihijauan ,,,,Ayo kita bersama pasti bisa , mulailah dari diri kita sendiri untuk gemar menanam buat anak cucu kita yang kita akan wariskan, Bpk Kepala Desa kapan kita bisa melakukan gerakan penanaman SERIBU POHON dari desa Depok, Sayangan,Semondo, Jojogan , sampai CELULUK !, semua bisa dilakukan asal kita bersama
(tintan73)
Langganan:
Postingan (Atom)