31 Mei 2010

PADI SRI, TEKNIK BUDIDAYA PADI

Bagi Indonesia pangan adalah penentu kesejahteraan sebagian besar penduduk
pedesaan yang mata pencahariannya pada “on farm”yang terdiri atas petani berlahan
sempit dan buruh tani. Di Indonesia ketahanan pangan dicerminkan antara lain oleh
ketahanan komoditi beras yang merupakan komoditas pangan paling strategis di
Indonesia.
Berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan
Indonesia khususnya bagi wilayah yang sumber daya airnya terbatas, sejak tahun 1990
dibentuklah Small Scale Irrigation Management Project (SSIMP). Dengan SSIMP yang
menjadi Decentralized Irrigation System Improvement Project (DISIMP) dikembangkan
padi SRI di Indonesia.
Untuk itu Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air Departemen Pekerjaan Umum melalui
Direktorat Irigasi mengadakan One Day
Seminar On The System of Rice
Intensification (SRI) Making Land, labor,
Water and Capital More Productive for
Meeting Food Needs di Jakarta (14/01/08).
Acara tersebut dihadiri oleh Sesditjen SDA
Departemen PU, Eddy Djayadiredja,
Kasubdit Pemanfaatan Air Tanah Direktorat
Irigasi Ditjen SDA, Syahrial Achmad, Nippon
Koei, Cornell University USA, Norman T.
Uphoff dan para pakar bidang SDA.
Dalam kata sambutan Direktur Irigasi yang diwakili oleh Syahrial Achmad menjelaskan
tentang perlunya untuk melakukan upaya strategis untuk mencapai target peningkatan
produksi beras guna menjaga kelangsungan swasembada pangan. Peningkatan
produksi bidang pertanian diantaranya dilakukan dengan penyebaran bibit unggul,
pemberian pupuk dan pestisida disamping kinerja pengelolaan air irigasi melalui
penguatan klembagaan P3A serta memperbaiki bidang pasca panen.
Sebenarnya Indonesia telah diperkenalkan metodologi budidaya padi yang mampu
meningkatkan produksi secara drastis. Namun hanya perlu input produksi yang kecil
seperti air , irigasi, benih pupuk kimia dan biaya produksi lainya. Metodologi ini
dinamakan System of Rice Instensification atau yang lazim disingkat SRI.
SRI adalah teknik budidaya padi inovatif yang diketemukan tahun 1980an
oleh seorang
biarawan Perancis bernama Henri de Laulanié. Pada sekitar tahun 1980an
metodologi
ini hanya berkembang terbatas di Madagaskar, tempat Laulanié mengabdikan dirinya
sejak tahun 1961. Menjelang akhir tahun 1990an,
SRI mulai mendunia berkat usaha
keras Prof. Dr. Norman Uphoff, mantan Direktur Cornell International Institute for Food,
Agriculture and Development (CIIFAD), Cornel University, Amerika Serikat. Pada tahun
1997, Prof. Norman Uphoff memberikan presentasi di Bogor.
SRI saat ini sedang dalam ” sedang berjalan” dan belum selesai . Metode SRI
memungkan petani untuk :
1. Meningkatkan produksi padi lebih dari 50 %
2. Mengurangi input dan biaya
a. Bibit – mengurangi antara 80 % 90
%
b. Pemberian air Irigasi antara 25% 50
%
c. Pupuk kimia – dikurangi atau ditiadakan
d. Beras yang dihasilkan lebih tinggi .
Menurut Norman Uphoff SRI tujuan utamanya adalah PRODUCTIVITY tidak hanya
meningkatkan HASIL . SRI dalam waktu sama akan menghasilkan produktifitas antara
lain :
· Hasil perunit
area lebih tinggi
· Hasil kerja perhari yang didapat buruh lebih tinggi .
· Lebih banyak tanaman yang mendapat dengan metode SRI
· Mendapat keuntungan yang lebih tinggi .
Lima (5) dasar simple dari SRI yang mendasar yaitu :
1. Menggunakan bibit muda : untuk melindungi pertumbuhan potensial
2. Spasi yang lebar dengan menggunakan bibit tunggal
3. Memperhankan tanah basah tetapi tidak menggenang
4. Mempertinggi soil organic
5. Sirkulasi dalam tanah terjaga semaksimal mungkin
Dari pengalaman SRI di negara Banglades , Cambodia, China, Indonesia , Nepal ,
Srilangka Vietnam bahwa rata terjadi pengningkatan untuk padi sebesar rata 52 %
untuk pemberian air berkurang 40 % , biaya yang bisa dihemat antara 25 % dan
income yang didapat sebesar rata 128 %. (Humas SDA)

Tidak ada komentar: